JAKARTA Pengelolaan kekayaan alam di Indonesia dinilai belum maksimal dan justru merugikan banyak kalangan, baik masyarakat maupun pengusaha. Contohnya, rencana pemerintah untuk menaikkan royalti batubara untuk Izin Usaha Pertambangan (IUP), melalui revisi Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2012 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Pergantian tahun dari 2021 ke 2022 dijadikan momentum oleh Pemerintah Pusat untuk mengembangkan sektor kelautan dan perikanan KP oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan lebih baik lagi. Untuk itu, strategi dan perencanaan juga terus diperbarui untuk mewujudkan sektor KP bisa berlari kencang Salah satu tujuan utama yang dijalankan adalah mengembangkan ekonomi kelautan berkelanjutan EKB atau sustainable ocean economy yang diharapkan bisa mendorong percepatan produksi perikanan dan kelautan, serta kesejahteraan masyarakat pesisir, termasuk nelayan Tetapi, ditengah optimisme bisa mewujudkan EKB atau ekonomi biru, Indonesia menghadapi tantangan berat terkait kesehatan laut. Tanpa laut yang sehat, semua strategi dan perencanaan tidak akan bisa berjalan dengan baik dan sukses Tak hanya itu, tantangan lain juga ada, karena sampai sekarang tidak ada data yang akurat tentang kekayaan laut ocean wealth, kesehatan laut ocean health, dan distribusi manfaat sumber daya kelautan secara berkeadilan ocean equity. Ekonomi kelautan berkelanjutan EKB atau sustainable ocean economy tak hanya menjadi sekedar jargon bagi Indonesia untuk saat ini. Lebih dari itu, dengan semangat baru yang melambung tinggi di awal 2022, EKB dijadikan sebuah misi yang harus bisa berwujud dalam kehidupan sektor kelautan dan perikanan KP. Melalui perencanaan dan strategi yang tepat di bawah kepemimpinan Kementerian Kelautan dan Perikanan KKP, EKB juga diharapkan bisa menggerakkan roda perekonomian di seluruh Nusantara. Dengan demikian, itu bisa mendorong percepatan kesejahteraan masyarakat pesisir. Sayangnya, untuk bisa mewujudkan EKB yang diharapkan, perlu strategi dan perencanaan yang tepat. Hal ini, karena tata kelola sektor KP di Indonesia dinilai masih belum maksimal sampai sekarang. Bahkan, kesehatan laut di Indonesia juga masih di bawah rerata global. Berdasarkan data Ocean Health Index, Indonesia masih menempati urutan nomor 135 dunia dari total 221 negara yang dinilai, dengan skor indeks hanya 65 dari minimal skor standar dunia 71. Penilaian tersebut keluar, karena Indonesia menghadapi persoalan di laut yang mengancam kesehatan ekosistem. Misalnya dampak dari perubahan iklim, eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan, perusakan habitat biota laut, dan pencemaran/polusi plastik di laut. baca Kelautan Berkelanjutan Jadi Program Pemulihan Ekonomi Dunia Nelayan Cilacap tengah mencari ikan di sekitar kawasan perairan selatan CIlacap, Jateng. Foto L Darmawan/Mongabay Indonesia Di sisi lain, untuk bisa mewujudkan EKB yang diharapkan dan mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat di pesisir, kesehatan laut harus bisa dijaga dengan baik. Jika tidak, maka semua strategi dan perencanaan yang dilakukan tidak akan berjalan baik. Fakta tersebut menjadi ironi, karena Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan luas total perairan mencapai kilometer persegi km2, panjang garis pantai km, dan jumlah pulau yang mencapai Padahal, pada 2021 Bank Dunia sudah melakukan penghitungan aset utama pariwisata Indonesia di wilayah laut yang mencapai angka fantastis sebesar USD1 miliar. Kemudian, Indonesia juga menjadi negara kedua di dunia yang memiliki produk domestik bruto PDB perikanan sebesar USD27 miliar dan bisa menyediakan lapangan pekerjaan untuk tujuh juta orang. Semua analisa tersebut dirilis secara resmi oleh Indonesia Ocean Justice Initiative IOJI pada akhir pekan lalu di Jakarta. Menurut IOJI, pada 2015 Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi OECD sudah merilis riset bahwa Indonesia bisa mendapatkan kontribusi dari sejumlah industri berbasis laut dengan nilai mencapai USD31,7 miliar terhadap nilai global. “Namun, belum ada estimasi nilai kekayaan laut Indonesia yang diterima secara formal. Perlu ada data aktual tentang kekayaan laut Indonesia untuk menghasilkan rencana pengelolaan laut terbaik,” demikian pernyataan resmi IOJI. Di luar persoalan yang disebutkan di atas, EKB diakui menjadi paradigma yang baru dalam pemanfaatan sumber daya kelautan untuk pembangunan ekonomi yang memperhatikan aspek keberlanjutan. Cara berpikir tersebut menjadi solusi untuk mewujudkan keseimbangan antara perlindungan ekosistem laut, pembangunan ekonomi kelautan, dan kesejahteraan masyarakat, terutama di pesisir dan nelayan kecil. Namun, menurut CEO IOJI Mas Achmad Santosa, upaya untuk mewujudkan EKB juga harus menghadapi tantangan yang berat dan harus dilalui dengan baik. Tantangan itu, di antaranya adalah ketiadaan data yang akurat tentang kekayaan laut ocean wealth, kesehatan laut ocean health, dan distribusi manfaat sumber daya kelautan secara berkeadilan ocean equity. “Juga pembiayaan transformasi pembangunan kelautan ocean finance dan literasi kelautan ocean knowledge,” jelas Otta, panggilan akrab Mas Achmad Santosa. baca juga Beratnya Mewujudkan Ekonomi Kelautan yang Berkelanjutan Suasana bongkar muat di Pelabuhan Perikanan Tegal, Pantai Utara Jawa, salah satu tempat ikan jenis pari kekeh didaratkan. Foto Wahyu Mulyono Oleh karena itu, diperlukan data yang akurat untuk mengembangkan rencana pembangunan ekonomi nasional berkelanjutan yang menjadi implementasi dari Peraturan Presiden Nomor 16 tahun 2017 yang sudah terintegrasi dengan Rencana Pembangunan Nasional Jangka Panjang, Jangka Menengah, dan Jangka Pendek. Dengan pemetaan yang detail, diharapkan segala persoalan yang muncul sepanjang 2021 bisa diatasi dan dicarikan jalan keluar pada 2022. Salah satu langkah yang bisa dilakukan, adalah dengan menyusun Rencana Pembangunan Laut Berkelanjutan RPLB yang terintegrasi dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional RPJPN dan RPJMN. Otta menyebutkan, dalam melaksanakan koordinasi tersebut, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi harus bisa bekerja sama dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional BRIN, KKP, dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional BAPPENAS. Kolaborasi yang penuh komitmen antar lembaga di atas, diharapkan bisa melahirkan kebijakan-kebijakan yang bersifat operasional dan teknis. Dengan demikian, upaya untuk mewujudkan tiga kemenangan bagi masyarakat people, alam nature, dan ekonomi economy bisa terjadi. “Artinya, dalam setiap pengambilan keputusan kebijakan publik terkait dengan kelautan perlu dipertimbangkan ketiga kepentingan tersebut secara sama dan seimbang,” terang dia. Sementara itu, terkait persoalan keamanan maritim yang sudah menjadi isu kedaulatan sebuah negara, juga dihadapi Indonesia sampai saat ini. Persoalan tersebut muncul bersamaan dengan isu hak berdaulat kapal ikan asing KIA. Selain itu, persoalan sampah plastik yang muncul di laut akibat aktivitas dari atas kapal perikanan, juga masih menjadi masalah yang terus disorot. Hal tersebut, menjadi alasan kenapa pengamanan di laut harus dikelola secara bersama dan berkelanjutan. perlu dibaca Fondasi Kuat untuk Ekonomi Kelautan Berkelanjutan Sampah di sepanjang pantai Muncar, Banyuwangi, Jatim, pada akhir Juni 2019. Selain di pesisir, sampah juga ada di perairan laut Muncar yang mempengaruhi nelayan mendapatkan ikan. Foto Anton Wisuda/Mongabay Indonesia Ancaman Kedaulatan Otta menyebutkan kalau ancaman yang menjadi perhatian utama terhadap hak berdaulat di Zona Ekonomi Eksklusif ZEE Indonesia sepanjang 2021 adalah hak eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam SDA hayati dan non hayati, serta penelitian ilmiah kelautan. Adapun, sejumlah ancaman itu adalah mencakup aktivitas penangkapan ikan secara ilegal oleh KIA Vietnam di Laut Natuna Utara di wilayah non sengketa masuk hingga 30 mil laut dari pulau terluar, dan ancaman terhadap hak berdaulat oleh kapal-kapal Cina. Ancaman lain, adalah kapal ikan, kapal penjaga laut Cina, kapal riset/survei geologi, dan juga kapal militer. Termasuk, upaya protes yang dilakukan Cina kepada Indonesia untuk menghentikan kegiatan eksplorasi SDA di ZEE. Menurut Otta, ancaman terhadap SDA minyak dan gas, serta penelitian ilmiah kelautan di ZEE Indonesia Laut Natuna Utara juga kini dihadapi Indonesia. Ancaman itu sebagai langkah politik Cina di kawasan tersebut untuk menegaskan klaim wilayah tidak berdasar hukum internasional yaitu UNCLOS 1982. “Ancaman sampah plastik yang dibuang di laut dari aktivitas berbagai jenis kapal. Selama ini belum ada kajian dan evaluasi secara mendalam dan menyeluruh di tingkat nasional,” sebut dia. Pada kesempatan yang sama, Guru Besar Bidang Manajemen Sumber daya Perairan Universitas Halu Oleo Kendari Profesor La Sara, mengatakan, persoalan ancaman kedaulatan negara tidak boleh dianggap remeh. Pasalnya, ancaman masuknya KIA Vietnam dan Cina akan berpotensi kembali terjadi pada 2022 dan bahkan meningkat. Selain itu, yang harus juga diwaspadai adalah perompakan bersenjata yang diantaranya menyamar menjadi nelayan tradisional di Papua, terorisme, dan penyelundupan barang serta obat-obatan ilegal seperti yang terjadi di pulau Lingayan, Sulawesi Tengah. Ancaman yang juga masih akan terus mengintai, adalah alur laut kepulauan Indonesia ALKI yang digunakan oleh kapal-kapal perikanan dan non perikanan. Potensi tersebut muncul, karena keterbatasan sarana dan prasarana pengawasan dan juga cakupan wilayah yang luas. baca juga Misi Indonesia Terapkan Ekonomi Kelautan yang Berkelanjutan Sekelompok nelayan di pantai Jimbaran, Bali. Foto shutterstock Agar semua ancaman di atas bisa diatasi dan bahkan dicegah, dia mengimbau kepada Pemerintah untuk memperkuat koordinasi patroli dan melaksanakan penegakan hukum yang efektif. Kemudian, perlu juga dilakukan peningkatan upaya untuk menangani sampah plastik di laut melalui kebijakan yang tepat dan terarah. “Termasuk port reception facilities dan pendaftaran, serta pelaporan alat tangkap ikan,” tegas La Sara yang juga Ketua Forum Pimpinan Perguruan Tinggi Perikanan dan Kelautan Indonesia itu. Di luar itu, La Sara juga mengingatkan agar Pemerintah Indonesia juga menangani persoalan pemanfataan pulau-pulau kecil, terutama pulau kecil dan terluar; penanganan pencemaran perairan; dan penyelesaian sengketa kapal kandas yang merusak terumbu karang di berbagai daerah. Dia menambahkan, penyebab lemahnya pengawasan dan penindakan Pemerintah Indonesia dalam menyikapi ancaman dan pelanggaran di laut, adalah karena terlalu banyak diskusi yang dilakukan di dalam negeri. Setelah itu, baru kemudian disusun dokumen pendukungnya. “Namun, setelah itu juga masih mencari formasi pengawasan yang tepat, dan dihadapkan pada sarana prasarana terbatas, juga anggaran yang terbatas,” tutur dia. perlu dibaca Cara Indonesia Membangun Kekuatan Maritim di Wilayah Laut Petugas PSDKP KKP menjaga enam kapal ikan asing berbendera Vietnam yang ditangkap di Laut Natuna Utara pada Minggu 16/5/2021. Foto Ditjen PSDKP KKP Komitmen Indonesia Sebelumnya, Pemerintah Indonesia menegaskan komitmen untuk merealisasikan EKB. Hal itu ditegaskan melalui Kementerian Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Kemenko Marves dalam pertemuan Sherpa Meeting ke-20, High Level Panel for a Sustainable Ocean Economy HLP SOE, pada Rabu 07/07/2021 secara virtual. “Indonesia memiliki komitmen yang konsisten untuk memastikan bahwa 5 pilar Kekayaan Laut, Kesehatan, Equity, Pengetahuan, dan Keuangan di bawah SOE dilaksanakan oleh seluruh pemangku kepentingan dan hasilnya dinikmati oleh seluruh masyarakat Indonesia,” jelas Plt. Asisten Deputi Asdep Keamanan dan Ketahanan Maritim Kemenko Marves Helyus Komar dalam pertemuan tersebut. Komitmen tersebut tercantum dalam visi HLP SOE tentang pengelolaan wilayah laut di bawah yurisdiksi masing-masing negara secara berkelanjutan dan berpedoman pada Sustainable Ocean Plans pada tahun 2025. “Kita harus atasi ketimpangan melalui peningkatan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, serta disparitas antarwilayah dapat dikurangi dengan memperkuat konektivitas dan sektor maritim,” tegas Komar dalam rilis Kemenko Marves. Ia menjelaskan bahwa lautan berperan penting dalam mengurangi dampak bencana alam, terumbu karang dan bakau serta meminimalisasi dampak banjir dan tsunami bagi masyarakat yang tinggal di sepanjang wilayah pesisir. Nilai perlindungan tersebut bernilai hampir US$ 639 juta per tahun sumber Reformasi untuk Ekonomi Biru di Indonesia- Bank Dunia 2021. “Strategi ekonomi biru yang terintegrasi dan lintas sektoral menjadi kunci meningkatkan program pembangunan maritim, pemerataan kesempatan untuk pemberdayaan sumber daya kelautan, dan peningkatan kualitas penghidupan,” tambahnya. Artikel yang diterbitkan oleh biota laut, ekologi pesisir, ekonomi biru, ekonomi kelautan berkelanjutan, featured, kedaulatan maritim, kekayaan laut, kelestarian biota laut, kesehatan laut, kesejahteraan nelayan, komitmen jokowi, perikanan budidaya, Perikanan Kelautan, perikanan tangkap KUALAPEMBUANG-Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Seruyan meminta agar sektor perikanan laut yang ada di Bumi Gawi Hatantiring bisa dikembangkan lebih maksimal. Menurut mereka potensi perikanan laut Seruyan sangat tinggi dan masih layak untuk dikembangkan. "Banyak hal yang menjadi penyebab, salah satunya belum adanya Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur pemanfaatan kelautan di Seruyan
Indonesia merupakan negara dengan kekayaan laut yang begitu besar. Pemaksimalan potensi laut dapat dilakukan dengan? sumber daya laut secara massal dengan berbagai pelatihan kepada masyarakat tentang cara-cara memanfaatkan sumber daya laut dengan cara yang sumber daya laut pada pihak asing karena mereka memiliki alat yang lebih saja supaya sumber daya tersebut dapat berkembang dan terus berkembang
14873 PDF Version. Indonesia memiliki potensi sektor kelautan yang cukup besar mencapai USD 1,2 triliun per tahun. Sayangnya, hingga saat ini potensi ekonomi dari sektor kelautan tersebut belum dimanfaatkan secara produktif dan optimal. "Jumlah itu bisa menyediakan lapangan kerja untuk 40 juta orang, tetapi potensi yang luar biasa besar.
YOGYAKARTA - Potensi laut Indonesia belum dimanfaatkan secara maksimal, karena masih ada kesalahan pola berpikir masyarakat secara umum, kata Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada Mohtar Mas'oed. "Kondisi itu menyebabkan kesejahteraan ekonomi yang bersumber dari potensi Indonesia sebagai negara maritim belum dirasakan," katanya pada seminar "Indonesia as World Maritime Axis Vision or Illusion", di Yogyakarta, Sabtu 28/3. Menurut dia, masih sedikit sekali para pengusaha yang melirik potensi kelautan dan belum banyak masyarakat melihat sumber pendapatan ekonomi dari laut. Saat ini masyarakat selalu terpaku pada ibu kota atau kota-kota besar lain untuk mencari pekerjaan sebagai sumber pendapatan ekonomi. "Padahal, nenek moyang kita adalah seorang pelaut, yang menguasai sumber lautan, memusatkan politik perekonomian kita di lautan, tetapi itu dulu, sekarang sudah tidak lagi. Saat ini kita masih ketinggalan dalam memanfaatkan kekayaan laut kita, kekuatan pengelolaan laut kita masih lemah," katanya. Ia mengatakan Presiden Joko Widodo Jokowi dalam visi dan misinya mempunyai program pembenahan pengelolaan laut Indonesia dan pengembangan industri perikanan dengan membangun kekuatan maritim, yang digunakan sepenuhnya untuk kesejahteraan rakyat. Selain itu Jokowi dalam beberapa kali kunjungan kenegaraannya juga terus terang memamparkan potensi laut Indonesia yang berlimpah ruah dan mengajak negara yang dikunjunginya untuk bekerja sama menanamkan investasi di Indonesia. Menurut dia, pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla mempunyai program untuk mengembalikan Indonesia sebagai negara maritim. Hal itu telah diperlihatkan dari berbagai aksinya akhir-akhir ini melalui Menteri Kelautan dan Perikanan. "Salah satu contoh aksi tersebut adalah dengan menenggelamkan kapal-kapal asing yang melakukan penangkapan ikan ilegal di wilayah laut Indonesia. Hal itu sebagai upaya menjaga kedaulatan negara dan memaksimalkan potensi kekayaan laut Indonesia sepenuhnya untuk kesejahteraan rakyat," katanya. sumber antaraBACA JUGA Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Klik di Sini
KekayaanBiodiversity Indonesia Belum Dimanfaatkan Secara Maksimal. redaksi. 25 November 2021. Kategori : Berita. Asosiasi terumbu karang dan ikan. FOTO: DARILAUT.ID. Darilaut - Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat tinggi, namun belum dimanfaatkan secara maksimal. Oleh sebab itu penelitian terkait peningkatan nilai tambah dari
Pengelolaan Kekayaan Laut Belum Maksimal Karena – Selama ini sumber daya laut Indonesia belum dimanfaatkan secara maksimal. Pemanfaatannya hanya untuk budidaya perikanan dan penelitian kelautan, terutama untuk bystander fishing. Padahal, kekayaan laut bisa dimanfaatkan untuk sektor lain, salah satunya bisa bebas berkeliaran untuk memanfaatkan keindahan alam lautan luas beserta isinya. Di antara keindahan alam yang dapat ditemukan adalah terumbu karang yang masih melimpah di tanah itu dilakukan Direktur Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan KKP Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil P3K Sudirman Saad pada Kamis 20/08/2015 di Jakarta. Menurutnya, saat ini banyak terumbu karang di Indonesia yang tidak dimanfaatkan untuk Ekonomi Dari Sektor Maritim Indonesia Capai Usd 1,4 Triliun Per Tahun“Hanya di daerah tertentu saja terumbu karang bisa dimanfaatkan dengan baik dan negara bisa menghasilkan devisa. Namun masih banyak terumbu karang yang tersisa yang belum dimanfaatkan untuk pariwisata, kata Sudirman Saad di Hotel Pullman menurut Sudirman, sekalipun dimungkinkan untuk memanfaatkan sektor pariwisata, pemanfaatan terumbu karang perlu memperhatikan sistem ekologi. Oleh karena itu, karang dapat dilindungi dengan baik di masa Indonesia bekerja sama dengan enam negara tetangga yaitu Coral Triangle Forum CTF Indonesia, Filipina, Malaysia, Timor Leste, Papua Nugini dan Kepulauan Solomon untuk mengembangkan terumbu karang sebagai destinasi wisata. Diketahui ada lebih dari spesies ikan karang dan 600 spesies karang di Segitiga Terumbu Dadang Rizki, Deputi Pengembangan Destinasi dan Industri Pariwisata Kementerian Pariwisata, kontribusi terumbu karang terhadap sektor pariwisata masih sangat rendah. “Wisata bahari hanya menyumbang 10 persen dari kunjungan wisatawan. Dari jumlah itu, baru 15 persen yang melakukan wisata terumbu karang,” Laut Yang Bisa Dimanfaatkan ManusiaKarena situasi tersebut, Dadang menilai Indonesia masih tertinggal jauh dari negara tetangga dalam pengembangan wisata terumbu karang. Karena Indonesia menargetkan 20 juta wisatawan asing pada tahun 2020, situasi ini perlu diperbaiki sesegera mencapai tujuan tersebut, Indonesia meluncurkan 4th Coral Triangle Initiative on Coral Reefs, Fisheries and Food Security CTI-CFF. Pertemuan yang akan digelar pada 27-29 Agustus di Nusa Dua, Bali itu diharapkan berimplikasi pada keberlanjutan wisata terumbu CTI-CFF keempat akan dihadiri oleh Menteri Lingkungan dan Konservasi Papua Nugini dan Ketua Dewan Menteri CTI-CFF John Pundari, Menteri Pariwisata dan Kebudayaan Malaysia Dato Seri Mohd Nazri Abdul Aziz, Menteri. Kebudayaan dan Pariwisata Kepulauan Solomon Bartholomew Parapolo dan Duta Besar Amerika untuk Indonesia. Indonesia, Robert Blake dan Luigi Cabrini, Presiden Dewan Dunia untuk Pariwisata Berkelanjutan dan Penasihat Cabrini mengatakan dalam siaran persnya bahwa kawasan Segitiga Terumbu Karang memiliki sumber daya laut yang luar biasa. “Di antaranya adalah atraksi unik yang harus kita lestarikan bersama untuk generasi mendatang. Menerapkan pendekatan nilai-nilai keberlanjutan sosial, ekonomi dan lingkungan sangat baik, tidak hanya menguntungkan masyarakat lokal dan upaya konservasi, tetapi juga menciptakan peluang pemasaran destinasi pariwisata di wilayah tersebut dan meningkatkan minat wisatawan terhadap eco holiday. -kawasan wisata yang ramah,” kata Mewujudkan Ekonomi Kelautan BerkelanjutanSementara itu, Direktur Eksekutif Sekretariat Daerah CTI-CFF, Widi A. Tatilto, mengatakan inisiatif ini merupakan wadah pertemuan seluruh pemangku kepentingan, baik swasta, masyarakat, pemerintah maupun lembaga swadaya masyarakat. “Forum ini memberikan ruang untuk menegaskan kembali komitmen mereka terhadap praktik pariwisata bahari yang berkelanjutan. Regional Business Forum merupakan ajang bagi negara-negara anggota Coral Triangle untuk memasarkan destinasi pariwisatanya sebagai destinasi pariwisata global.”Data dari World Travel and Tourism Council menunjukkan bahwa industri perjalanan dan pariwisata memiliki dampak ekonomi yang signifikan di enam negara di kawasan Segitiga Terumbu Karang. Pada tahun 2014, industri ini menyumbang US$58 miliar terhadap PDB di enam negara dan mempekerjakan lebih dari 5 juta orang. Diperkirakan pendapatan wisata bahari di kawasan Segitiga Terumbu Karang berasal dari transaksi pertukaran mata uang sekitar 3 miliar meski pertemuan hanya akan berlangsung, Indonesia mencatat bahwa lambatnya pemanfaatan terumbu karang untuk pariwisata menjadi faktor pembatas. Menurut Safari Burhanuddin, Sekretaris Koordinasi Kementerian Kelautan, kendala utama selama ini adalah infrastruktur.“Kami masih belum memiliki infrastruktur yang memadai di daerah yang memiliki terumbu karang. Hanya di beberapa daerah yang sudah ada sebelumnya. Makanya kami akan programkan untuk pembangunan bandara, jalan raya, jaringan telekomunikasi dan lainnya,” kata Ri Perwakilan Provinsi Kepulauan RiauMenurut data CTI-CFF, kawasan yang saat ini mengalami peningkatan kunjungan wisatawan mancanegara ke terumbu karang adalah Taman Nasional Komodo; Raja Ampat, Papua Barat; Wakatobi, Sulawesi Barat; dan Sabang, Aceh.“Pengelolaan bisnis pariwisata yang baik akan berdampak pada pelestarian kawasan Segitiga Terumbu Karang dan membantu 120 juta orang yang bergantung pada ekosistem laut,” kata Riley Johanni, direktur eksekutif Coral Triangle Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI melaporkan kondisi terumbu karang Indonesia saat ini sangat mengkhawatirkan. Karena sebagian besar wilayah laut dengan terumbu karang saat ini sudah karang Indonesia masih termasuk yang terkaya di dunia, meskipun kerugian terus berlanjut, menurut LIPI. Dengan luas 2,5 juta hektar, terumbu karang Indonesia memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Dari 750 jenis karang yang ada di Indonesia, LIPI menyatakan bahwa mereka adalah bagian dari 75 jenis karang di Membangkitkan Jatidiri Bangsa Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia Melalui Pengembangan Potensi Kelautan Dan PerikananTerumbu karang Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi serta mendominasi spesies terumbu karang dunia. Terkenal dengan spesies ikan, 590 spesies terumbu karang, spesies moluska, dan spesies cukup sampai di situ saja, terumbu karang Indonesia semakin diakui dunia karena keberadaannya sebagai bagian dari Coral Triangle atau bagian dari Segitiga Terumbu Karang dunia yang meliputi enam negara Indonesia, Filipina, Malaysia, Timor Leste, Papua Nugini. dan Kepulauan dengan terumbu karang yang melimpah termasuk Kepulauan Raja Ampat di Papua Barat. Menurut studi ekologi yang dilakukan oleh The Nature Conservancy TNC pada tahun 2002, perairan Raja Ampat adalah rumah bagi setidaknya 537 spesies karang dan 1074 spesies ikan. Rekor ini mencatat Raja Ampat sebagai salah satu kepulauan di dunia yang mengumpulkan jumlah spesies terumbu karang Raja Ampat, daerah lain di Indonesia yang terkenal dengan terumbu karangnya adalah Kepulauan Derawan Kalimantan Timur, Pulau Banda Maluku, Nusa Penida Bali, Pulau Komodo Nusa Tenggara Timur, Bunaken Sulawesi Utara, Wakatobi Sulawesi Tenggara dan Teluk Sendarwasih Papua.Pdf Pengelolaan Kemaritiman Menuju Indonesia Sebagai Poros Maritim DuniaBali, Coral Triangle, Coral Triangle Center, Forum Coral Triangle, Direktorat Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Kementerian Kelautan dan Perikanan, KKP, LIPI, Nusa Dua, Segitiga Karang Dunia, Terumbu Karang, Wisata Bahari, Wisata Selam. Wilayah Indonesia, negara kepulauan yang terbesar di dunia, didominasi lautan dengan 90 ribu kilometer, garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada. Fakta ini dikukuhkan dengan status pemilik keanekaragaman terumbu karang di menempati urutan terakhir karena keanekaragaman terumbu karang di laut Indonesia melampaui lima negara lain dalam kelompok Segitiga Terumbu Karang Laksono Tri Handoko, Ketua Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI, semua aset tersebut harus dijaga dan dilindungi dengan baik dan benar. Jalur yang dipertimbangkan adalah penelitian, konservasi dan pengelolaan ekosistem laut dan keanekaragaman agar semua metode di atas berjalan dengan baik, LIPI berkomitmen untuk meningkatkan sarana dan prasarana penelitian kelautan yang diperlukan. Semua fasilitas ini akan tetap terbuka untuk Karang ArchivesPentingnya pemanfaatan penelitian sebagai bagian dari pembangunan, mengingat pemanfaatan keanekaragaman hayati laut dan pesisir di Indonesia hingga saat ini masih belum optimal. Selain penelitian, penelitian, manajemen dan kolaborasi penelitian harus ada untuk mendukung pengembangan yang lebih baik.“Kolaborasi riset merupakan salah satu langkah yang paling penting dan perlu,” ujarnya baru-baru ini di bekerjasama, para ahli kelautan dan bidang terkait lainnya dapat saling mendukung dan mendorong untuk melakukan kajian ilmiah dan memecahkan masalah di bidang juga menyampaikan bahwa manfaat kerjasama akan dapat mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk mengelola keanekaragaman hayati laut dan pesisir. Semua manfaat ini akan terasa jika ada sinergi yang kuat antara para ahli yang Kekayaan Laut Belum Maksimal Karena… A. Keterbatasan Transportasi B. KeterbatasanIa mengatakan LIPI merupakan mitra dalam mempromosikan keanekaragaman hayati laut dan pesisir Indonesia melalui Pusat Penelitian Oseanografi P2O dengan mengatakan proyek ini akan memperkuat kapasitas laboratorium mitra untuk mendukung penelitian keanekaragaman hayati laut di seluruh dunia. Khususnya untuk penelitian biota dan ekosistem sentinel di perairan Indonesia.“Keanekaragaman hayati laut dan pesisir Indonesia yang kaya saat ini kurang dimanfaatkan untuk eksplorasi, pengelolaan dan eksploitasi secara maksimal. Dalam hal ini, kolaborasi penelitian adalah salah satu langkah yang paling penting dan perlu.”Prancis mengungkapkan bahwa inisiatif untuk membuat laboratorium internasional bersama adalah program peningkatan kapasitas laboratorium P2O LIPI, sekaligus sebagai tempat pelatihan bagi anggota Menjadi Aman Dengan Asuransi Nelayan . Sikapi Indonesia menerima dana dari IRD Prancis untuk periode empat tahun dari tahun 2021 hingga 2025 untuk membangun laboratorium dan melaksanakan kegiatan proyek bersama ini, Laurent Poyod berharap dapat menangkap kondisi keanekaragaman hayati laut dan pesisir Indonesia saat ini dan di masa mendatang. Kekayaan laut telah menjadi harta nasional untuk perlindungan alam dan juga untuk kesejahteraan Laboratorium Genetika Molekuler Laut LGMK-P2O LIPI, yang dirancang untuk memperkuat sarana dan prasarana laboratorium, serta kapasitas penelitian peneliti kelautan di yang dikumpulkan oleh peneliti, jaringan pemantauan, dan proyek penelitian terkait lainnya akan dianalisis di laboratorium, menurut Informasi Untuk Perbaikan Layanan PemdaPotensi kekayaan laut indonesia, pengelolaan kekayaan alam di indonesia, puisi kekayaan laut, kekayaan laut di indonesia, kekayaan laut indonesia, pengelolaan sumber daya laut, bagaimana pengelolaan kekayaan alam yang terkandung di wilayah negara indonesia, kekayaan laut, mual karena belum makan, pengelolaan kekayaan desa, kekayaan alam di laut, kekayaan laut dan manfaatnya
Salahsatu ancaman yang ditemukan dalam pengelolaan dan pemanfaatan kekayaan laut di Indonesia adalah illegal fishing. Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, kegiatan pencurian ikan ini membawa kerugian ratusan triliun setiap tahunnya bagi Indonesia. Pencurian ikan ini dapat terjadi karena kurangnya SDM dan sarana prasarana
memiliki sumber daya alam yang melimpah di sektor kelautan dan kemaritiman. Dengan luas lautan sekitar 62,9 % dari seluruh wilayah Indonesia, laut kita menyimpan 37% spesies sumber daya hayati dunia, 17,75% terumbu karang dunia, 30% hutan bakau, dan padang lamun. Laut Indonesia juga menyimpan sejumlah energi terbarukan seperti panas air laut, gelombang laut, arus laut, serta sumber daya energi tidak terbarukan seperti minyak dan gas bumi. Diperkirakan, potensi ini bisa mencapai US$ miliar atau Rp19,6 triliun per tahun KKP, 2020. Dengan potensi kekayaan laut seperti itu, sektor kelautan dan kemaritiman kata Ketua Aliansi Kebangsaan Pontjo Sutowo, seharusnya bisa menjadi pendorong perekonomian dan menjaga ketahanan pangan secara nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia. “Namun sayangnya, potensi tersebut belum dikelola dan dimanfaatkan secara optimal. Hal ini dapat kita lihat dari kontribusi sektor kelautan dan perikanan yang baru menyumbang sekitar 3,7% terhadap Produk Domestik Bruto,” kata Pontjo pada FGD bertema Penguasaan dan Pengembangan Teknologi dalam Rangka Penguatan Sektor Kelautan dan Kemaritiman, Jumat 27/11/2020. Angka tersebut masih dikatagorikan rendah jika dibandingkan dengan negara lain yang memiliki laut lebih kecil seperti Jepang, Korea Selatan, maupun Vietnam yang memiliki kontribuasi sektor kelautan antara 48% sampai dengan 57% terhadap GDP. Mengapa sektor kelautan dan kemaritiman belum begitu berkembang padahal pemerintah telah mencanangkan Indonesia sebagai poros maritim dunia dan menempatkan lautan sebagai masa depan bangsa? Indonesia juga sudah menerapkan pengembangan ekonomi kelautan yang berkelanjutan Sustainable Ocean Economy dengan konsep ekonomi biru blue economy, dalam mengelola sumber daya kelautan dan kemaritiman untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat dengan tetap menjamin keberlanjutannya dan kelestarian lingkungan. Menurut Pontjo, belum optimalnya pengelolaan laut kita dan belum berkembangnya ekonomi kelautan yang berkelanjutan antara lain disebabkan pertama kendala kultural yang tercermin dari rendahnya perhatian masyarakat terhadap dunia kelautan/kemaritiman. Sebagian besar masyarakat Indonesia hingga kini masih kuat terbelenggu pada budaya agraris yang berorientasi daratan. Kedua, pembangunan kelautan kurang berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi Iptek. Dan ketiga, tidak menerapkan pendekatan supply chain system secara terpadu, kurang inklusif dan tidak ramah lingkungan. “Penyebab lain yang cukup mendasar mengapa ekonomi kelautan belum berkembang dengan baik, yaitu masih kecilnya jumlah pelaku usaha di sektor ini. Tentu menjadi pertanyaan, mengapa dunia usaha tidak banyak yang tertarik untuk ikut mengembangkan ekonomi kelautan?” lanjut Pontjo. Padahal, banyak bidang usaha atau industri berbasis kelautan/kemaritiman yang berpotensi untuk dapat berkembang dengan baik, seperti perikanan tangkap, perikanan budidaya, pengolahan hasil perikanan, Industri bioteknologi kelautan, pertambangan dan energi, parawisata bahari, angkutan laut, jasa perdagangan, industri maritim, bangunan kelautan konstruksi dan rekayasa, dan lain-lainnya. Dalam pengelolaan sumberdaya kelautan dan kemaritiman, Indonesia juga menghadapi berbagai tantangan terutama soal pemberantasan praktik penangkapan ikan dengan cara Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing IUUF yang semakin mengkhawatirkan. Praktik IUUF sangat menghambat pembangunan perikanan baik secara nasional maupun internasional. Dampak praktik IUUF telah mengakibatkan terganggunya pengelolaan pemanfaatan perikanan yang berkelanjutan dan menimbulkan kerugian ekonomi bagi banyak negara berkembang. Pontjo mengingatkan bahwa harus disadari sektor kelautan dan kemaritiman mempunyai daya saing tinggi sehingga butuh intervensi teknologi. Cina, menurut data World’s Top Exports 2020 berhasil menjadi negara eksportir terbesar ikan laut dunia, karena memanfaatkan pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi Iptek merupakan hal yang mendasar dan mendesak dalam pengelolaan sumber daya kelautan/kemaritiman yang berkesinambungan. Tanpa penguasaan teknologi, mustahil Indonesia akan mampu membangun kemandirian dan meningkatkan daya saing dalam mengembangkan ekonomi kelautan. Dewasa ini, pengetahuan dan teknologi sudah menjadi faktor yang memberikan kontribusi signifikan dalam pertumbuhan dan kemandirian ekonomi. Kekuatan suatu bangsa diukur dari kemampuan Iptek sebagai faktor primer ekonomi menggantikan modal, lahan dan energi untuk peningkatan daya saing. Karenanya, kita harus terus berupaya meningkatkan kapasitas Iptek bangsa ini yang memang masih jauh ketinggalan. Dalam mengejar ketertinggalan teknologi, termasuk dalam pengembangan sektor kelautan dan kemaritiman, sinergi dan kolaborasi antara pemerintah, perguruan tinggi/lembaga riset, industri/dunia usaha, dan masyarakat sangatlah penting. Dalam kolaborasi kelembagaan ini, jelas Pontjo, dunia usaha/industri berperan sebagai pendorong, pengembang, pengguna, sekaligus memasarkan hasil riset dan inovasi teknologi. Peran strategis inilah yang harus selalu disadari dan diperhatikan oleh dunia usaha kita. Tanpa peran dunia usaha, inovasi teknologi tidak mungkin akan berkembang. Oleh karena itu, pengusahanya harus siap, baik dalam jumlah maupun dalam kualitasnya. “Namun sayangnya, jumlah pengusaha di sektor kelautan/kemaritiman masih sangat kecil. Jumlah seluruh pengusaha di Indonesia saat ini baru sekitar 3% dari jumlah penduduk. Jumlah ini masih sangat kecil jika dibandingkan beberapa negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand. Apalagi jika dibandingkan dengan negara-negara maju,” tegas Pontjo. Inilah tantangan besar dunia usaha kita dewasa ini yang harus dijawab. Mengapa bangsa ini terutama pengusahanya seakan-akan enggan untuk turun ke laut, padahal di masa lalu, bangsa Indonesia pernah mengalami kejayaan bahari yang mencapai puncaknya pada jaman kerajaan Sriwijaya dan Majapahit. Semangat bahari bangsa Indonesia diakui Pontjo semakin melemah, bahkan seakan-akan telah kehilangan jatidirinya sebagai bangsa maritim. Penyebabnya antara lain pertama upaya sistematis kolonial kala itu yang telah mengubah cara pandang bangsa Indonesia dari bangsa bahari menjadi bangsa yang enggan turun ke laut. Jangan-jangan upaya sistematis seperti ini masih berlangsung sampai saat ini yang dilakukan oleh kekuatan eksternal baik oleh entitas negara maupun non-negara. Kedua adanya pergeseran orientasi dari laut ke daratan dalam waktu sangat lama sehingga kita kehilangan jati diri sebagai bangsa bahari Dan ketiga, sektor pendidikan belum mendapatkan perhatian yang maksimal sebagai wahana sosialisasi pembangunan kelautan/kemaritiman. “Agar kita mampu menjadikan laut sebagai masa depan bangsa dan memajukan ekonomi kelautan yang berkelanjutan untuk kesejahteraan rakyat Indonesia, menurut hemat saya, selain menempatkan teknologi sebagai faktor determinan, ada hal penting lainnya yang juga harus dilakukan yaitu menghidupkan kembali visi dan semangat bahari bangsa ini,” tutup Pontjo. FGD yang digelar kerjasama dengan Forum Rektor Indonesia, Akademi Ilmu Pengetahun Indonesia AIPI, dan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia HIPMI, dan Media Kompas tersebut menghadirkan narasumber antara lain Prof Ir I Ketut Aria Pria Utama, Pakar Ilmu Perkapalan ITS, AIPI, Prof Dr Ir. Indra Jaya, Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, Amiril Mukminin, BPP HIPMI, Dr Ir Arifin Rudiyanto, Deputi bidang Kemaritiman dan SDA Bappenas, Dedi Supriadi Adhuri, dan Antropolog Maritim. */fs PenyertaanModal Pemerintah Daerah adalah pengalihan kepemilikan barang milik daerah yang semula merupakan kekayaan yang tidak dipisahkan menjadi kekayaan yang - Indonesia merupakan negara maritim. Karena sebagian besar wilayah Indonesia merupakan perairan yang luas. Kondisi itu menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki potensi besar di bidang lautan. Dengan kondisi laut yang begitu luas berpotensi juga timbulannya permasalahan yang terjadi di laut buku Mewujudkan Poros Maritim Dunia 2015 karya Andi Iqbal Burhanuddin, sejarah menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara maritim dengan kekayaan sumber daya alam kelautan yang melimpah. Sehingga selama beberapa abad lamanya, pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dan peradaban di wilayah Nusantara memiliki kekuatan ekonomi dan politik dengan berbasis pada sumber daya kelautan. Baca juga Indonesia sebagai Negara Maritim, Apa Maksudnya?Oleh karena itu penguatan Indonesia menuju negara maritim yang kuat diperlukan berbagai terobosan untuk mendayagunakan sumber daya kelautan secara optimal. Namun, harus disadari bahwa mengelola sumber daya kelautan memang tidak semudah membalikan telapak tangan. Permasalahan kelautan di Indonesia Isu dan masalah yang harus dikelola sangat kompleks, sehingga membutuhkan pengelolaan terhadap dinamika yang ada. Berikut beberapa permasalahan laut di Indonesia Ilegal fishing Ilegal fishing atau penangkapan atau mencuri ikan secara ilegal melanggar hukum marak terjadi di wilayah kelautan Indonesia. Baca juga 13 Desember 1957, Deklarasi Juanda Jadi Titik Balik Kelautan Indonesia . 178 422 336 447 435 483 24 380

pengelolaan kekayaan laut belum maksimal karena